“Pak Guru Soelaiman”
Karya sederhana oleh:
“Frisnanda”
Siswa el-hidayah kls XI aliyah
Hari itu hari yang sangat menakutkan bagi aku. Delapan polisi mengejar aku karena satu kasus yang tidak sama sekali aku lakukan, namun ternyata sahabatku sendiri yang telah menjerumuskan aku didalam dunia hitam ini dan ia yang menjebakku hingga aku menjadi seorang buron, padahal yang sebenarnya semua ini dia yang melakukan. Aku bingung harus kemanaaku lari menghindari incaran polisi. Akhirnya aku berlabuh pada rumah pamanku di sebrang pulau dari kotaku. Aku berlayar dengan perahu kayu yang aku pinjam dari nelayan. 2 jam aku berada ditengah laut biru nan luas, akhirnya sampailah aku dirumah pamanku.
Pamanku seorang tokoh agama didesanya, bersama Aisyah anak pamanku, mereka mendirikan sekolah PAUD untuk anak-anak nelayan didesa itu, saat aku dirumahnya, paman dan Aisyah tidak ada dirumah. Paman dan Aisyah mengajar anak-anak. Aku menunggu lama diteras rumah paman sampai aku terlelap saat satu hembusan angin laut mengibas-ngibas ditubuhku. Paman dan Aisyah sangat terkejut ketika mereka pulang dari PAUD melihat aku tergelatak dilantai teras rumah paman, dan paman pun membangunkan aku dan mengajakku kedalam rumah, didalam paman menanyakan sebab aku datang kerumahnya, akupun berkata jujur, aku ceritakan semua kejadian dikota saat aku yang dulunya beribadah dan berbakti pada orang tua, hingga aku terjerumus ke obat-obatan, yang akhirnya menyebabkan aku dikejar polisi sekarang. Paman sangat marah padaku dan berusaha mengusir aku dari rumahnya, namun aku bersujud dibawah kaki paman dan berkata “izinkan saya mengubah diri saya disini paman….saya tahu saya salah, tapi berikan kesempatan saya untuk bertaubat paman,(sambil menangis) melihat aku menangis paman menyuruh aku bangun dan menyuruh aku istirahat dikamar dan berkata “kamu harus janji, kamu akan menjadi Iman yang dulu lagi, sekarang istirahatlah dikamar….!!!”. ketika saya tidur saya terkejut melihat Aisyah membangunkan saya untuk berjamaah dimesjid untuk melaksanakan shalat subuh, akupun terbangun dan berterimakasih kepada Aisyah, dan sesaat itu kami bertiga pergi keMesjid bersama-sama, dan pada saat pulang dari mesjid kami bertiga berbincang diperjalanan. Saat ditengah perbincangan paman menawariku untuk mengajar di PAUD milik paman dan Aisyah. Justru aku idak menolaknya dan mulai pagi iu sudah mulai mengajar.
Saat hari perama datang ke PAUD belasan pasang bola mata memandangiku seakan heran dibena mereka sedang apa aku disini, aku pun memasuki kelas, merekapun sangat heran, saat aku mengatakan hallo, hay mereka sama sekali tak meresponku.
Aku keluar dan memanggil Aisyah yang sedang membuakan the untuk aku, aku menanyakan mengapa anak-anak tak meresponku, Aisyah pun bergegas di barengi dengan aku. Saat masuk kelas Aisyah sangat direspon anak-anak, “maaf anak-anak ini guru baru kalian untuk sementara kakak ini menggantikan Abi Husein, jadi tolong hargai kakak ini, kenapa tadi kalian diam saja saat kakak ini masuk kekelas?”, dan salah satu murid menjawab pertayaan Aisyah”maaf umi, tapi kakak ini ketika masuk kelas tanpa mengucapkan assalamualaikum, jadi kami diam saja,” disitu muka aku merah padam malu kepada Aisyah, dan Aisyah mengatakan kepada muridnya “mungkin sudah mengucapkan tapi kalian tidak mendengar”. Dan murid itu membantah Aisyah “tidak umi, kakak ini sama sekali idak mengucapkan salam, dan aku pun langsung ambil bicara, maaf adik-adik yang kakak cintai, maafkan kakak bila tadi tak sempat ucapkan salam, tapi kakak mohon izinkan kakak berkesempatan mengajarkan kalian. Nama kakak Muhamad Soelaiman bin Abdul Karim, panggil kakak pak Iman atau kak Iman, (Aisyah pun keluar) boleh kalian perkenalkan nama kalian??? Dan murid-murid itu memperkenalkan dirinya satu persatu, akupun merasa senang karena aku direspon baik oleh anak-anak ini.
Dan ternyata anak-anak ini sangat ortodok erhadap agamanya yaitu Islam. Mengajar mereka ternyata membuat saya memeras otak untuk mengingat ilmu yang saya dapat di pesantren dulu, ternyata juga sekolah PAUD ini tidak pulang pada jam biasa anak sekolah yaitu jam 12 siang, namun ditambah dengan latihan kegiatan nasyid dan seni membaca al-qur`an, 14 anak berlatih nasyid dengan Aisyah, namun paman yang baru saja datang tidak mempercayaiku untuk mengajarkan 2 anak yaitu Saroh dan Mukhlis untuk berlatih seni membaca al-qur`an, padahal background tentang baca al-qur`an ku sangat bagus, aku juga pernah juara 1 lomba MTQ Nasional, dan juara 2 lomba melagukan Al-Qur`an waktu dulu aku di pesantren, melihat keadaanku sekarang aku sedih sekali bila terkadang mengingat masa-masaku di pesanren, aku sebagai murid kesayangan satu asrama oleh Abi Rahmat guru Al-Kitab ku dulu, tapi kenapa setelah aku kuliah dan bergaul dengan teman-temanku yang tidak dilatar belakangi keagamaan, aku yang lugu, polos dan tergolong taat beribadah bisa terjerumus kedalam dunia hitam itu, namun mulai sekarang aku mencoba mengubahnya, akupun mendatangi paman yang sedang Saroh dan Mukhlis, dan aku berkata “paman, bolehkah Iman ikut belajar Qur`an dengan paman”, dan paman pun mempersilahkan aku untuk membaca al-qur`an didepan muridku Saroh dan Mukhlis dan dilihati Aisyah dari jauh, aku mulai dengan membaca Bismillah, saat iu aku membaca surat al-ahzab ayat 21 aku mulai dengan nada bayati dan aku akhiri dengan nada hijaj, semua sangat heran mendengar kelancaranku membaca al-qur`an sampai Aisyah yang saat itu jauh hingga mendekat untuk mendengar lekukan nada yang aku mainkan saat aku membaca al-qur`an.
Akhirnya satu kalimat terucap satu kalimat terucap dari mulut paman, “Iman, mulai sekarang Saroh dan Mukhlis kamu yang ajarkan mereka seni membaca al-qur`an, dan paman pergi, aku mencoba memanggil-manggil paman, namun paman hanya manganggukan kepala sambil mengelus jenggotnya, dan aku tersenyum, lalu Saroh dan Mukhlis aku ajarkan seni baca al-qur`an secara bergantian, dan itulah kegiatanku selama dirumah paman, 3 minggu pun berlalu, dan polisi pun ak sama sekali mengetahui jejakku didisini.
Pada hari itu adalah 1 hari terakhir bagi Saroh dan Mukhlis untuk latihan seni baca al-qur`an, karena besok ada lomba tingkat MTQ tingkat kecamatan, dan 1 hari terakhir itu aku mengajarkan saroh dan mukhlis dengan sungguh-sungguh, karena bagiku kemenangan mereka adalah keberhasilanku dalam bertaubat. Keesokan harinya saat saroh dan mukhlis ikut lomba aku sudah merasakan felling yang tidak enak, aku berdo`a kepada Allah agar tidak terjadi apa-apa pada saroh dan mukhlis ketika di atas pentas nanti. Saat itu aku berdo`a, nama saroh pun di panggil untuk membacakan al-qur`an, alhamdulillah saroh mendendangkan nada-nadanya dengan sempurna. Aku sangat bangga pada saroh, semoga mukhlispun begitu. Saat itu seorang ibu menghampiriku, ia meminta tolong agar anaknya di ajarkan membaca al-qur`an. Padahal aku lihat dilehernya tergantung kalung salib, aku pun menanyakan agama ibu itu, ia menjawab Khatolik, dan aku berusaha menolak tawaran ibu itu, namun satu ucapan yang mengagumkan terucapdibibir ibu itu, ia berkata ia rela masuk Islam, asalkan anaknya di ajarkan membaca al-qur`an, “entah kenapa aku langsung menangis dan menanyakan kepada ibu itu, “tapi kenapa bu??? ”dan ibu itu menjawab kami adalah keluarga campuran, suamiku islam namun tidak berkenan membanu ibu itu karena kebenaraniannya berucap begitu,
Dan tak sadar mukhlis telah selesai membaca al-qur`an dan akupun tidak menyimaknya, aku duduk dan menunggu pengumuman pemenang. Tak aku sangka nama mukhlis dipanggil menjadi juara III, aku sangat bangga melihat mukhlis memegang Thropi itu, dan terlebih yang tak aku sangka nama saroh dipanggil untuk pemenang / juara I. saat aku berdiri dan tersenyum manis pada saroh dan mukhlis, polisi datang dan menarik aku. Sedih rasanya bila meninggalkan anak-anak ini, apalagi melihat Saroh, Mukhlis dan yang lain terlepas dari pegangan Aisyah dan berlari mengejar aku sambil menangis, dan aku hanya ucapkan kata perpisahan untuk mereka dan lebih buat aku menyesal karena aku tidak bisa mengajarkan mengaji pada ibu yang ingin masuk islam itu. Ternyata setelah aku sukses mengubah diriku menjadi yang lebih baik, tapi aku belum sukses membuat anak-anak lebih maju. Hari itu adalah hari terakhir aku berjumpa dengan Aisyah, paman dan anak-anak yang aku sayangi. Aku kembali kekota untuk memberi keterangan bahwa bukan aku yang salah, namun seelah 2 minggu berada di jeruji besi aku menemukan hasil yang tidak memihak pada aku, aku dinyatakan bersalah, aku bingung pada keputusan jaksa.
Mungkin inilah bentuk hukum di negri ini, tanpa memberikan alasan yang jelas jaksa bisa menghukum orang. 2 tahun lamanya aku berada dijeruji besi ini, aku biarkan dia menertawakanku tapi Allah
No comments:
Post a Comment